Memperingati 7 hari pasca "pesta" demokrasi




Pemilu 2019 merupakan kali pertama pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digabung menjadi jadi satu(dilaksanakan serentak), alasanya utamanya adalah untuk efisiensi, namun ternyata malah menimbulkan banyak korban jiwa yg tak sedikit,  total ada 119 korban jiwa akibat menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu, dan masih banyak lagi yg dirawat di RS karna kondisi kesehatanya memburuk pasca menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.
Jadi sangat disayangkan jika hasil pemilu yang menelan banyak korban jiwa itu dicurangi oleh pihak-pihak yg tidak bertanggung jawab.
Di pemilu 2019 ini kebetulan saya ikut serta menjadi anggota KPPS sebuah pekerjaan dengan asumsi "demi bangsa dan negara".  Sangat mulia bukan jika mendengar tagline seperti itu apalagi ditambah bumbu² agama sudah merasa dpt banyak limpahan pahala.
Di desa kami terdapat 17 TPS sebagai penyelenggara pemilu , saya bertugas di TPS 11 yg menjadi tempat pencoblosan untuk 164 DPT.
Beberapa kali ikut bimtek pemilu, pas pemateri yg dr KPU provinsi beliau mengatakan bahwa dgn simulasi DPT 200 orang baru selesai jam 3dini hari,  saya langsung berdo'a semoga banyak yg golput!  namun di TPS 11 tingkat partisipasinya mencapai 90%.
TPS 11 ini anggotanya laki-laki semua ditambah 2 personil linmas, sudah seperti  Kelas anak STM bukan? namun kehadiran pengawas yg seorang perempuan membatalkan status "kelas anak STM" yg biasanya dalam satu kelas laki² semua.
Dua hati sebelum hari H kami sudah mempesiapkan berbagai hal mulai dari menyebar undangan hingga membuat "tratag"(tenda)
Pas hari H kami mulai dari Jam 6 pagi, kami sudah mulai bekerja menata meja kursi untuk para saksi dan pengantre yg akan memberikan hak suaranya.
Jam 7 pagi TPS 11 sudah dipenuhi oleh pemilih,  antusias warga yg cukup besar membuat panitia agak sedikit kewalahan, padahal kotak suara yg terbuat dr kardus itu belum kami buka dan tanda tangani.
Akhirnya suasana TPS seperti pasar tiban.
Pukul 12 kami menjemput suara disalah satu warga yg sudah tak mampu untuk datang ke TPS dengan para saksi dan pengawas,  si embah ini ternyata ketika ditanya pilih presiden siapa yg mau di pilih di pemilu 2019 ini?  Beliau menjawab Pak Harto.
Sepertinya pak harto memang sudah melekat dihati orang² tua masyarakat jawa yg berada disumatra.
Jam 10 malam kami baru selesai menghitung suara untuk DPRD yg menjadi urutan paling akhir untuk dihitung,  saksi untuk DPRD ini banyak, karena dari desa saya banyak yg mencalonkan diri menjadi caleg,  di penghitungan suara caleg DPRD ini banyak sekali masyarakat yg menyaksikan,  celetukan bahkan sindirin dari masyarakat kepada saksi ini lah yang membuat suasana jd cair.
Selesai penghitungan suara kami merekap perolehan suara ke dalam form c1 yg merupakan dokumen dr hasil perolehan suara dan menandatangi semua dokumen²  yg jumlahnya tidak sedikit .
Pukul 00.00 kami selesai merekap semua  dokumen² C1 tersebut dan membawanya kekantor kecamatan dengan pengawalan linmas beserta pengawas kami berangkat mengembalikan logistik pemilu.
Nah beruntung TPS kami datangnya paling awal jadi tidak perlu mengantre untuk menvalidasi data² yg harus diserahkan ke PPK,  namun ternyata data² dari TPS kami masih kurang 2 rangkap. kami harus membuat dan menandatanganinya lagi,  beruntung semua anggota TPS 11 ikut serta mengembalikan logistic pemilu,  meskipun dalam kondisi terkantuk,  karena malam sebelumnya harus begadang menunggu kotak suara.
saya tidak tahu hingga pukul berapa pengembalian logistik pemilu dari TPS² lain, yang pasti suasana kantor malam itu menjadi sangat ramai oleh para anggota KPPS yg mulai berdatangan mengembalikan logistik pemilu,.
Hanya piala dunia dan pemilu lah yang membuat desa² di seluruh indonesia tak tidur,  hanya dua event ini yang membuat kita rela begadang semalaman.
Secara keseluruhan pemungutan suara di TPS kami berjalan lancar.
Beberapa hari yang lalu saya mendengar ada elit politik dijakarta mengatakan "pemilu kali ini merupakan yang terbaik" sungguh saya tidak tahu ukuran apa yang beliau pakai untuk mengatakan hal demikian, melihat realita yang terjadi menurut saya ini merupakan "pesta" terburuk,  semoga di 2024 tidak menggunakan sistem yang sudah terbukti menelan banyak korban jiwa ini.
"Orang-orang yang memberikan vote (suara) tidak menentukan hasil dari pemilu. Namun orang-orang yg menghitung vote itulah yg menentukan hasil dari pemilu” (Joseph Stalin, pemimpin Uni Soviet.)
Semoga ucapan diktator unisoviet ini tidak benar adanya. Salam
#Purwanto 27th tukang ngarit

Download

ProgramerGagal. Powered by Blogger.